JAKARTA, Indonesia — Pageant atau yang dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan sebutan kontes kecantikan identik dengan perempuan mengagumkan bermahkota dan selempang dengan lambaian tangan yang khas. Menilai para perempuan dari penampilannya, kontes kecantikan sering menerima anggapan negatif dan kecaman, hingga mengakibatkan kontroversi.
Cikal bakal pageant sudah dimulai semenjak jaman Yunani Kuno, namun History Channel mencatat bahwa kontes kecantikan modern pertama kali diadakan di sebuah kota kecil di Belgia berjulukan Spa pada tahun 1888.
Pada ketika itu sebuah koran lokal mengumumkan sebuah pemilihan bertajuk “perempuan paling mengagumkan di dunia” dan masyarakat diminta untuk mengirimkan foto mereka dengan embel-embel profil singkat. Dari kompetisi tersebut terpilihlah Marthe Soucaret, mampu dikatakan sebagai ratu kecantikan pertama di dunia, yang menerima hadiah uang tunai sebesar 5,000 franc serta kesempatan untuk tampil di sampul majalah Prancis L’Illustration.
Sejak itu kehidupan sebagai ratu kecantikan memiliki daya tarik tersendiri. Berselang 23 tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1921, barulah dibuat sebuah kontes kecantikan berjulukan Miss America dengan tujuan menarik turis di Atlantic City.
Kontes kecantikan internasional pertama gres muncul 30 tahun kemudian. Pada tahun 1951 Miss World lahir di Inggris, di bawah asuhan seorang pembawa program sekaligus pebisnis Eric Morley. Sebenarnya pada ketika itu Morley hanya mengoordinir sebuah sesi berjulukan Festival Bikini Contest sebagai salah satu rangkaian program di Festival of Britain. Namun alasannya yaitu kesuksesan program tersebut, media pun menyebut kontes itu sebagai Miss World. Akhirnya Morley memutuskan untuk menjadikan kompetisi ini secara tahunan.
Setahun kemudian, pada 1952, Amerika Serikat pun mulai memproduksi Miss USA dan Miss Universe yang hingga kini menjadi salah satu kontes kecantikan terbesar di dunia.
Sejarah pageant di Indonesia
Kontes kecantikan di Indonesia belum setua kontes-kontes kecantikan dunia. Kontes kecantikan pertama dan mampu bilang yang terbesar hingga ketika ini yaitu Puteri Indonesia. Kontes tersebut gres muncul pada tahun 1992 yang dihelat oleh Yayasan Puteri Indonesia bersama korporasi kecantikan Mustika Ratu.
Meskipun begitu, sebetulnya Indonesia sudah pernah mengirimkan wakil ke ajang Miss Universe semenjak tahun 1974. Pada ketika itu Nia Kuriasi Ardikoesoema dikirim ke Miss Universe di Filipina dengan pinjaman oleh pemilik salon kecantikan Andi’s Beauty, Andi Nurhayati. Bahkan pada ketika itu perempuan asal Jawa Barat tersebut tidak menerima pinjaman dari pemerintah.
Sejak itu Indonesia kerap mengirimkan wakilnya, meskipun tidak setiap tahun. Namun semenjak 1984 Indonesia tidak pernah lagi mengirimkan penerima di kontes tersebut.
Saat kemunculan Puteri Indonesia di tahun 1992 kesannya Indonesia mulai bersiap kembali mengirimkan wakil. Tahun 1994 Venna Melinda dikirim ke Miss Universe sebagai pengamat. Satu tahun berikutnya, Puteri Indonesia 1995 Susanty Manuhutu dikirim ke Miss Universe, begitu pula Alya Rohali di tahun berikutnya.
Namun alasannya yaitu banyaknya pro-kontra, termasuk penolakan dari Ibu Negara Tien Soeharto pada ketika itu, kesannya Indonesia kembali vakum dari Miss Universe.
Baru pasca reformasi, tepatnya tahun 2004, Yayasan Puteri Indonesia kembali mengirimkan perwakilannya. Puteri Indonesia 2004 Artika Sari Devi terbang ke Thailand sebagai penerima Miss Universe dan berhasil membuat nama Indonesia disebut sebagai Top 15. Sampai sekarang Indonesia rutin mengirimkan perwakilannya ke Miss Universe.
Sementara untuk ajang Miss World, Indonesia sempat mengirimkan wakilnya pada tahun 1982 dan 1983 meskipun lewat penunjukan langsung. Baru setelah stasiun televisi RCTI mulai menyelenggarakan kontes Miss Indonesia semenjak 2005, Indonesia terus mengirimkan wakil setiap tahunnya.
Tak hanya para perempuan, di Indonesia juga mulai banyak bermunculan pageant untuk pria atau yang biasa disebut sebagai male pageant, meskipun belum menerima perhatian sebagai kontes-kontes kecantikan. Berbeda dari body contest yang hanya menilai penampilan fisik (biasanya kontes bodybuilding dan semacamnya), male pageant juga menilai kepribadian seseorang.
Tahun ini, salah satu male pageant yang diadakan yaitu Manhunt Indonesia 2017 yang akan mengirim juaranya untuk mewakili Indonesia di ajang Manhunt International, yang dimenangkan oleh Abdul Qowi Bastian, dosen sekaligus jurnalis Rappler Indonesia.
Alasan mengikuti kontes kecantikan
Setiap individu memiliki alasan tersendiri mengikuti kontes kecantikan. Puteri Indonesia 2016 Kezia Warouw mengaku telah bercita-cita menjadi Puteri Indonesia semenjak kecil. Hal serupa juga diungkapkan Puteri Indonesia Perdamaian 2017 Dea Rizkita.
“Waktu zamannya Qory Sandioriva (Puteri Indonesia 2009) saya nonton Puteri Indonesia di TV dan lalu bilang, ‘Suatu ketika saya harus ada di panggung itu.’ Dulu anak kecil bilang begitu, umur 12 tahun,” ujar perwakilan Indonesia di ajang Miss Grand International 2017 tersebut.
Tak hanya Kezia dan Dea, Puteri Indonesia Pariwisata 2017 Karina Nadila juga telah berkeinginan menjadi beauty queen semenjak kecil alasannya yaitu dikenalkan ibunya. Sang ibu tidak sengaja menceritakan kisah inspiratif dari salah satu ratu kecantikan yang kemudian memunculkan keinginan Karina untuk terjun ke dunia pageant.
“Saya berpikir, jadi kalau misalnya jadi beauty queen itu omongannya harus kelihatannya cerdas ya, kelihatannya bijak ya. Kayaknya ia punya power yang banyak ya untuk menghipnotis banyak orang untuk membagikan aura positif terus. Dari situlah saya pengin banget jadi beauty queen,” kata perempuan yang biasa disapa Nina ini.
Puteri Indonesia Lingkungan 2017 Kevin Lilliana juga mengemukakan hal yang serupa. Ia tertarik mengikuti Puteri Indonesia semenjak tahun 2013 dan kemudian mulai banyak menerima pinjaman semenjak ia mulai mengikuti Duta Wisata di daerahnya. Ia pun menjadi semakin tertarik alasannya yaitu melihat acara para Puteri di media umum serta kesempatan untuk mewakili Indonesia di kontes internasional.
“Pas 2014-2015 sosmed lebih aktif, di situ lebih senang juga lihat acara mereka, dan mereka juga pergi ke tingkat internasional,” ujar Finalis Puteri Indonesia 2017 perwakilan dari Jawa Barat tersebut.
Lain halnya dengan Kezia, Dea, Nina dan Kevin, Puteri Indonesia 2017 Bunga Jelitha tidak pernah terpikir untuk menjadi ratu kecantikan hingga menginjak usia 25 tahun. Bunga telah meniti karier sebagai model semenjak usia 13 tahun, namun ketika berada di seperempat abad, ia mulai berpikir untuk keluar dari zona nyamannya. Tak hanya itu, wakil Indonesia di ajang Miss Universe 2017 ini juga menerima pinjaman yang besar dari para pecinta pageant Tanah Air.
“Euforia pageant lovers di indonesia untuk mendukung saya itu sangat luar biasa. Kaprikornus saya tertarik untuk mengikuti beauty pageant. Dan saya tipe orang yang suka dengan sesuatu yang gres dan saya ingin keluar dari zona nyaman saya,” tutur Bunga.
Serupa dengan Bunga, Miss Indonesia 2017 Achintya Nilsen juga pada awalnya tidak tertarik untuk berkiprah di dunia pageant. Namun ketika mencari tahu lebih dalam ihwal Miss Indonesia dan advokasi sosial yang menjadi salah satu bab utamanya, perempuan kelahiran Bali, 1 Januari 1999 ini pun menjadi bersemangat dan kesannya mendaftarkan diri di ajang Miss Indonesia 2017.
“Setelah cari tahu lebih dalam ternyata di Miss Indonesia ke Miss World itu ada kegiatan sosialnya dan saya memang dari kecil suka bantu-bantu, suka sosial, jadi dari situ saya berpikir kenapa enggak ikut, mungkin mampu membantu lebih banyak orang lagi,” katanya.
Keinginan untuk membantu orang lain juga menjadi latar belakang Manhunt Indonesia 2017 Abdul Qowi Bastian ketika mengikuti kontes tersebut. Ia memutuskan untuk mengikuti Manhunt Indonesia alasannya yaitu misinya untuk mengedukasi masyarakat ihwal pentingnya gaya hidup sehat.
“Di sini dinilai ihwal bagaimana sih kita mampu membawa diri, dan juga menyambungkan pesan-pesan yang ingin disampaikan oleh organisasi yang menaungi Manhunt Indonesia kepada masyarakat yang ingin mencoba membuat dirinya menjadi lebih sehat,” ujar pria yang biasa disapa Qowi tersebut.
Alasan-alasan di atas sepertinya diamini oleh pernyataan dari pengamat pageant sekaligus pendiri situs indonesianpageants.com Mukie Dardjati Muza. Ia mengungkapkan bahwa pada intinya kontes kecantikan dianggap sebagai ajang aktualisasi diri dan mencari pengalaman.
Memang tidak mampu dipungkiri juga bahwa kontes semacam ini memang sering kali menjadi kerikil loncatan serta persiapan bagi seseorang untuk masuk ke dunia hiburan.
“Sekarang kan kita lihat, walaupun gres menang, sudah eksklusif punya haters, sudah punya fanbase, nah dari situ kan mereka berguru bagaimana untuk berkomunikasi dengan banyak orang,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Tak hanya itu, banyak kontestan yang memiliki ketertarikan selain dunia hiburan yang menerima kesempatan lebih berkat menjadi ratu kecantikan. Sebagai contoh, jikalau seorang mahasiswi kedokteran mengikuti Puteri Indonesia, mampu jadi setelah itu kesempatannya untuk menjadi dokter kecantikan semakin terbuka. Atau jikalau seseorang yang menyukai olahraga mengikuti pageant, ia mampu menjadi personal trainer atau seorang pencetus yang mengajak masyarakat untuk bergaya hidup sehat.
“Tidak menutup kemungkinan sesuai dengan bakat dan minat,” kata Mukie.
Tak hanya penilaian fisik
Tidak mampu dipungkiri bahwa setiap tahunnya kompetisi di kontes-kontes kecantikan semakin ketat. Semakin banyak kontestan berkualitas yang membuat para juri semakin kesulitan menentukan pemenang. Mukie menuturkan bahwa tingginya persyaratan yang ditetapkan untuk para kontestan (apalagi pemenang) dipengaruhi dengan adanya keikutsertaan Indonesia di ajang pageant internasional. Jika sebelumnya mengagumkan dan pintar saja cukup, kini lebih banyak kriteria yang perlu dipenuhi seseorang untuk berhasil menyabet gelar juara.
“Harus dilihat kesehatan kulitnya menyerupai apa, bagaimana tampilan giginya atau matanya atau bentuk tubuhnya. Karena agar gimana pun sebisa mungkin kan harus merepresentasikan indonesia,” ujar Mukie.
Hal ini diharapkan alasannya yaitu para juara yang terpilih harus siap untuk dikirim mewakili Indonesia setelah masa persiapan yang singkat. Oleh alasannya yaitu itu, sebelum mendaftar sebagai kontestan pun para calon ratu kecantikan juga mempersiapkan diri dengan keras.
Dea Rizkita bercerita bahwa ia telah merencanakan untuk mendaftarkan diri ke ajang Puteri Indonesia selama lima tahun. Sebelumnya, ia terlebih dahulu mengikuti pemilihan Duta Wisata di daerahnya lalu mencoba mengikuti pemilihan Wajah Femina 2016.
“Setelah merasa bekal dan senjatanya cukup gres memutuskan untuk daftar Puteri Indonesia,” katanya.
Karina Nadila juga mempersiapkan diri dengan keras sebelum kesannya mendaftarkan diri di Pemilihan Puteri Indonesia 2017 lalu. Ia bahkan sempat mengikuti pelatihan khusus para calon beauty queen berjulukan Artikawhulandary Beauty Camp, dibawah naungan para Puteri Indonesia terdahulu Artika Sari Devi dan Whulandary Herman.
“Dari situ kesannya saya banyak dapat isu ihwal 'medan perang' yang sesungguhnya alasannya yaitu mereka sendiri orang yang sudah berkecimpung eksklusif kan. Kaprikornus mereka banyak sekali pengalaman, membuatkan ilmu juga,” ujar Nina.
Dengan begitu banyak persyaratan yang harus dipenuhi dan para kontestan yang sama-sama kerja keras untuk mempersiapkan diri sebelum kompetisi, tentu menjadi sulit untuk menentukan pemenang. Tetapi menurut pengamatan Mukie dari indonesianpageants.com yang juga merupakan juri dalam kontes Manhunt Indonesia 2017, ada satu kunci yang selalu dimiliki oleh setiap juara.
“Bisa dibilang, hampir semuanya 99% yaitu humble,” katanya.
Selama meliput karantina banyak sekali kontes kecantikan dan male pageant di Indonesia semenjak tahun 2004, Mukie dan tim terkadang mampu mencicipi aura pemenang ketika berbicara dengan mereka. Menurut Mukie peran utama dari seorang ratu kecantikan yaitu menginspirasi, oleh alasannya yaitu itu sifat rendah hati menjadi sangat penting.
“Harus mampu bikin orang nyaman untuk dengerin kita. Itu sih kualitas utama yang harus dimiliki.”
Setelah menang, what’s next?
Bagi para pemenang, menjadi beauty queen memiliki manfaat tersendiri. Bukan hanya menjadi lebih dikenal dan menerima lebih banyak pekerjaan, tetapi juga dalam hal aktualisasi diri. Bunga Jelitha mengungkapkan hal tersebut dalam wawancaranya bersama Rappler.
“Banyak sekali pelajaran yg masuk untuk saya, banyak sekali orang-orang yg menginspirasi dan saya berguru banyak dari beauty pageant,” tutur Bunga.
Sementara Dea Rizkita mencicipi perubahan positif dalam dirinya semenjak bertugas sebagai Puteri Indonesia Perdamaian 2017. Tak hanya mampu bertemu banyak orang-orang baru, tetapi ia juga menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab.
“Saya mampu jauh lebih mampu bangun diatas kaki sendiri alasannya yaitu saya tinggal di jakarta sendiri, orang renta dan semua keluarga ada di Semarang, dan ini pertama kalinya hidup jauh dari orang tua,” katanya.
Kevin juga mencicipi banyak manfaat yang didapatkan berkat gelarnya sebagai Puteri Indonesia Lingkungan 2017.
“Jadi punya hubungan yg lebih banyak, kita mampu dengan mudah ketemu orang, dan apa-apa banyak yg bantu, alasannya yaitu sekarang kita lebih banyak dikenal orang, orang mau bantuin kita, saling memberi impact satu sama lain,” katanya.
Apalagi dengan adanya media sosial, menurut Kevin, dengan titel Puteri Indonesia Lingkungan ia dapat membantu mengajak generasi muda untuk lebih mencintai lingkungan.
Manfaat ini serupa dengan motivasi Miss Indonesia 2017 Achintya Nilsen yang mengikuti kontes kecantikan alasannya yaitu ingin mampu membantu lebih banyak orang. Apalagi kontes Miss Indonesia dan Miss World yang akan diikutinya memiliki salah satu sesi khusus kegiatan sosial yang berjulukan Beauty With a Purpose.
“Dari kecantikan itu mereka mampu membantu orang banyak, mampu berdampak ke lebih banyak orang lagi,” ujar perempuan yang biasa disapa Tya ini.
Dunia pageant memang mampu menjadi pembuka jalan bagi seseorang untuk lebih dikenal dan lebih didengar oleh masyarakat luas dan ini berlaku untuk banyak sekali bidang. Yang terpenting adalah, para pemenang kontes ini berupaya untuk menginspirasi orang lain dalam kegiatan positif.
“Menjadi seorang pelaku pageant peran utamanya yaitu untuk menginspirasi. Kaprikornus di mana pun, apapun yang kita suka, jadikan itu diseriusin. Kaprikornus itu pasti akan menginspirasi orang-orang yang akan berlaku positif,” kata Mukie dari indonesianpageants.com.
Dengan kata lain, dunia pageant memang dapat menjadi kerikil loncatan bagi seseorang yang ingin mengembangkan dirinya dan ingin mampu menginspirasi orang lain.
Tak hanya pengembangan individu, dengan berkembangnya pageant mampu juga mendorong pertumbuhan ekonomi, khususnya di industri kreatif. Saat ini sudah mulai banyak para pelaku industri kreatif menyerupai fashion designer, desainer asesoris, hingga para make up artist yang ikut serta mengembangkan dunia pageant. Perusahaan yang menjadi sponsor kontes kecantikan juga semakin beragam, mulai dari korporasi make up, klinik kecantikan, hingga sentra kebugaran.
“Dengan berkembangnya media sosial, mampu diperkenalkan itu make up by siapa, atau accessories by siapa, ‘Oh ternyata Indonesia bagus ya fashion-nya’,” ujar Mukie menjelaskan.
Hambatan terbesar yaitu pola pikir
Meskipun memiliki banyak sekali sisi positif, tak mampu dipungkiri bahwa masih banyak komentar negatif yang menyelimuti dunia pageant. Yang utama yaitu permasalahan bahwa kontes kecantikan selalu mengutamakan faktor fisik dan sering kali mengobjektivikasi perempuan (atau laki-laki), terutama alasannya yaitu keharusan mengenakan pakaian renang di banyak sekali kontes kecantikan internasional.
Adanya pola pikir menyerupai itu dilihat Mukie sebagai hambatan terbesar yang dihadapi dunia pageant di Indonesia. Padahal banyak sekali hal positif yang mampu diambil.
“Enggak perlu lah kita fokus kepada bikininya. Karena seorang pemenang itu banyak hal positif yang mampu dilihat,” katanya.
Menurut Abdul Qowi Bastian, pendapat negatif tersebut datang dari seseorang yang belum paham ihwal dunia pageant dan hanya melihat dari luar saja.
“Orang mungkin mengenal pageant hanya dari luarnya, hanya menampilkan fisik saja. Tapi sebetulnya enggak lho, enggak menyerupai itu. Mereka belum mengenal kita secara pribadi,” ujar Qowi.
Sedangkan menurut Karina Nadila, menjadi beauty queen di Indonesia memang seperti “melangkah mundur” alasannya yaitu dianggap mengumbar aurat dan mengakibatkan kontroversi. Namun seharusnya masyarakat mampu melihat lebih luas manfaat dari keikutsertaan para perempuan Indonesia di kontes-kontes kecantikan internasional tersebut.
“Kalau Indonesia menang semua orang tahu. Dunia ini tahu. Nama Indonesia akan jadi lebih di kenal, orang akan bertanya apa yang bagus di Indonesia,” kata Nina.
Di samping banyak sekali manfaat yang diberikan baik secara individu maupun dalam industri kreatif, kontroversi terhadap kontes kecantikan akan selalu ada. Masyarakat yang menilai bahwa pageant hanya mementingkan fisik tidak mampu dibilang salah sepenuhnya alasannya yaitu memang kecantikan (atau ketampanan) yaitu salah satu poin penilaian, selain tentunya kecerdasan, personaliti, serta nilai yang dimiliki.
Meskipun terus menerima komentar negatif dan kecaman, nyatanya hingga sekarang kontes-kontes kecantikan masih eksis dan semakin berkembang. Banyak orang yang tertarik mengikuti pageant alasannya yaitu banyak dari mereka yang sukses di dunia hiburan setelah menerima gelar ratu kecantikan. Beberapa di antaranya yaitu Venna Melinda (Puteri Indonesia 1994), Alya Rohali (Puteri Indonesia 1996), Melanie Putria (Puteri Indonesia 2002), Artika Sari Devi (Puteri Indonesia 2004), serta Nadine Chandrawinata (Puteri Indonesia 2005).
Hal ini menyampaikan seperti para pelaku dunia pageant menyerupai mengamini prinsip yang disampaikan Manhunt Indonesia 2017 Abdul Qowi Bastian di selesai wawancara.
“Fokus saja kepada apa yang ingin kita capai,” katanya. —Rappler.com
0 Response to "Memahami Kontes Kecantikan yang Penuh Kontroversi"
Posting Komentar